Ahmad
Ubaydillah, anak pertama dari enam bersaudara. Lahir dari pasangan yang pertama
kali bertemu di Pesantren Al-Muayyad Solo, membuatnya seolah-olah adalah warga
Solo. Ubay tidak lahir di Solo, KTP-nya pun juga bukan KTP Solo. Ia lahir di
lereng Merapi, dan dibesarkan di perbatasan kabupaten Klaten dan kabupaten
Boyolali.
Sejak kecil,
Ubay seringkali diajak ayahnya bermain-main di bus tingkat yang mengantarkan
mereka ke Al-Muayyad, Pesantren salaf yang ada di tengah kota itu. Guru-guru
Al-Muayyad banyak yang suka jika Ubay ikut serta ayahnya saat mengajar. Mereka
bisa mencubit pipinya yang cemokot itu dengan girang. Udara yang keluar
dari pohon sukun di tengah-tengah Al-Muayyad itu telah banyak memberikan
nafas-nafas penuh pengajaran.
Setamat Sekolah
Dasar selesai Ubay sunatan, ia begitu senang ketika ayahnya
mengantarkannya ke Al-Muayyad lagi. Kali ini bukan untuk mengajaknya bermain
air di kobokan tempat santri berwudlu, bukan juga untuk membelikan Ubay
semangkuk Garang Asem di warung Mbok Maksum yang nangkring di tengah
halaman Al-Muayyad, juga bukan untuk membiarkan Ubay bergurau dengan
santri-santri yang menjaganya saat ia naik turun tangga berpuluh kali, tetapi
untuk mendaftarkannya di Sekolah Menengah Pertama Al-Muayyad.
Di SMP Al-Muayyad,
Ubay yang telah banyak mengenal seluk beluk pondok saat kecil, cepat
menyesuaikan dengan lingkungan tersebut. Ia tidak pernah menangis karena rindu
pada ayah ibunya seperti yang dilakukan kebanyakan kawan-kawannya saat itu.
Bagaimana ia bisa kangen pada ayahnya yang setiap pagi menyambanginya di kantor
guru tempat ia belajar?
Banyak prestasi
yang diraih Ubay ketika masa SMP. Ia berulang kali menjadi juara kelas. Tak
sedikit lomba-lomba yang mengamanahkannya untuk mewakili sekolahnya. Ubay juga
aktif di organisasi IPMA (Ikatan Pelajar Madrasah Al-Muayyad). Raihan itu sangat membanggakan untuk orang
tuanya ketika itu. Akan tetapi, kestabilan Ubay saat itu membuatnya sedikit bosan
dalam menjalaninya.
Sebelum lulus SMP, Ubay banyak berubah. Ia
mulai jarang shalat berjamaah di masjid seperti rutinitas yang ia lakukan
sebelumnya. Ia juga mengabaikan banyak peraturan pondok. Bahkan, sekali ia
pernah menjadi pemberitaan di salah satu surat kabar daerah karena ulahnya yang
nekat membohongi polisi (lihat: SALA). Ayahnya begitu murka ketika pertama kali tahu jika
Ubay sudah mulai berani merokok.
Langkah baru
untuk menuju hidup baru. Mungkin banyak orang yang sepakat dengan ungkapan
tersebut, tetapi tidak dengan Ubay. Saat ia mulai duduk di bangku Sekolah
Menengah Atas, ia tetap belum berubah dari saat ia SMP. Ia tetap memanjat pintu
gerbang untuk alasan yang tak penting. Hari-harinya, tak ia gunakan untuk untuk
masuk kelas dan muthalaah, tetapi ia sering keluar untuk main Play
Station atau sekedar nongkrong di taman kota saat malam. Ia tak banyak
melakukan hal berguna saat SMA sampai saat ia terkejut saat nilai Ujian Akhir
Matematikanya menjadi yang tertinggi di sekolah. Ubay lulus bukan dengan
kesungguhannya, namun dengan barokah guru-guru yang mengajarnya.
Setelah lulus
SMA, Ubay tak ingin melanjutkan pendidikannya ke bangku kuliah seperti
kawan-kawannya ketika itu. Ia ingin meneruskan mondok atau bekerja, apapun itu.
Ia masih punya lima adik kandung yang harus sekolah, dan ia anak pertama. Itu
satu alasan banyak orang. Sampai akhirnya, Ubay nyasar di Jakarta. Ia
mendapat beasiswa di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Di Jakarta,
satu-satunya keluarga yang ia miliki adalah Alumni Al-Muayyad. Pertama kali ia
sampai di Jakarta, ia langsung menuju ke sekretariat KAMAL Jabodetabek
(Keluarga Alumni Ma’had Al-Muayyad Jabodetabek). Ia mulai dikenalkan
dengan Alaskanan (kumpul rutin bulanan Kamal Jabodetabek), Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (kebetulan teman satu kosnya adalah mabinkom komisariat), juga
banyak hal. Ia mulai asik dengan dunia gerakan sosial.
Beberapa kali
Ubay ikut agenda alaskanan, ia masih sangat lugu. Tak banyak yang ia kenal, dan
tak banyak pula orang mengenalnya. Sampai saat bulan ke-6 ia ikut alaskanan, ia
terpilih secara tidak sengaja menjadi ketua Kamal Jabodetabek. Ketua sebelumnya
telah menikah. Menurut Anggaran Dasar Kamal, jabatan ketua adalah saat ia
terpilih sampai saat ia menikah. Ubay sempat bertanya: Anggaran Dasar macam apa
itu?
Terpilihnya ia
menjadi ketua, membuat ia terpanggil untuk menebus dosa yang telah ia lakukan
saat ia masih di pondok dulu. Dibantu oleh kawan-kawannya, ia mulai dengan
merencanakan berbagai program jangka pendek dan jangka panjang untuk
keberlangsungan alumni dan pesantren.
Cita-cita Ubay,
ia ingin memperbaiki pintu gerbang Al-Muayyad yang ia rusak saat ia memanjatnya
ketika ingin membeli rokok saat tengah malam, ia ingin mengganti buku dari
perpustakaan pondok yang ia gunakan sebagai bantal lalu hilang entah kemana, ia
ingin mengembalikan gitik milik pengurus pondok yang ia ambil saat tengah
malam supaya tak membangunkannya saat subuh, ia juga ingin meminta maaf pada
seluruh guru-gurunya yang dulu kebingungan mencari keberadaannya. Ubay ingin
membesarkan almamater yang telah membesarkannya.
*Gambar diambil dari salah satu foto di grup Facebook Al-Muayyad
harmoni kehidupan .. ala santri.
BalasHapuskok bisa merokok dilingk sekolah pesantren ???????? anak bandeel nyusahin orang tua dan guru saja..dan bagaimana juga pengawasan pesantren ?????????
BalasHapusTerharu... maju terus masa depan kamu masih panjang mas. Semoga apa yang menjadi khajatmu dapat ter qobul. Amin
BalasHapus