Selasa, 14 Mei 2013

Kuda Tanpa Pelana

Standard
Karyo tak bisa berbuat banyak hari ini. Ia terlalu lemah untuk menarik seutas tali yang ia kaitkan di leher Karsa. 
 ** 
Langit terlihat terlalu terik untuk beradaptasi. Angin di bulan Juni ini membawa segenggam duka dari timur. Tiupannya mampu membredeli daun-daun dari pohon randu yang sudah sebulan lebih tak mendapat siraman dari empunya. Seekor belalalang yang sedang mengerik di atasnya juga ikut gugur ke tanah. Belalang itu memaki kepada daun, lalu beberapa helai daun meneruskannya dengan menyumpah pada angin. Banyak sumpah serapah keluar dari mulut dan stomata mereka. Angin hanya melakukan tugas dari Mikail. 
Di bawah randu, Karyo sedang membereskan peralatan tukangnya. Ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya, membuat delman. Ia hanya dibantu anak satu-satunya, Karla, kembang desa setempat yang masih belia. Istri Karyo meninggal Januari lalu, saat musim panen belum tiba. Mengenai kematian Karsi, istri Karyo, ada beberapa versi yang masih menjadi perdebatan sampai sekarang. Anak-anak RT 11 bilang Karsi meninggal karena diinjak Karsa. Ibu-ibu RT 13 bilang kalau Karsi dicabik-cabik gigi Karsa. Tapi anaknya, Karla meyakini bahwa kematian ibunya karena diserang kucing besar dari hutan saat ingin melindungi Karsa. Yang jelas, kematian Karsi membuat Karyo tak lagi berani memasang pelana di punggung Karsa. 
Pertengahan September tahun lalu, saat Karyo baru saja pulang dari arena pacuan kuda, ia dihampiri beberapa petinggi partai K. Kedatangan mereka ke rumah Karyo dengan membawa dua belas koper penuh uang, dengan harapan bisa membawa pulang Karsa. Semula Karyo terhenyak dengan uang sebanyak itu. Tetapi cinta Karyo pada istrinya, Karsi, melebihi cinta Karsi pada kuda mereka, Karsa. Karsa juga mencintai Karla, putri Karyo dan Karsi. 
Di bawah randu, Karla sedang memberikan makanan kepada Karsa. Karsa tampak gelisah waktu itu. Ia tidak doyan dengan rumput kering macam pemberian Karla ini. Tetapi ia begitu mencintai Karla. Karla pun demikian, ia tak tega melihat Karsa makan rumput kering macam makanan onta. Tapi katul persediaan ayahnya telah habis. Mereka tenggelam dalam diamnya masing-masing. Tanpa Karyo.
Karyo sedang mengecek keseluruhan delman yang baru saja ia selesaikan. Ia meneliti masing-masing baut yang sudah terpasang, memastikan bahwa baut itu sudah terpasang dengan sempurna. Karyo juga tak lupa memeriksa empat senthir yang terpasang di sudut-sudut delmannya, mengisi penuh senthir itu dengan minyak tanah yang ia beli di kota minggu kemarin. 
** 
Karyo tak bisa berbuat banyak hari ini. Ia terlalu lemah untuk menarik seutas tali yang ia kaitkan di leher Karsa. Karla yang melihat ayahnya begitu lemah, segera naik ke atas delman dan mengambil alih kendali atas Karsa dan delmannya. 
Karsa, seekor kuda yang punya naluri tajam macam elang. Sebelum menjadi kuda yang ditugaskan empunya menarik delman, ia selalu berbangga karena ia adalah salah satu dari tiga kuda pacu terbaik di kotanya. Ia sangat dicintai oleh banyak orang, termasuk Karla. Karla tahu, bahwa seekor kuda akan berlari kencang tanpa keraguan jika penunggangnya punya keberanian tinggi, dan seekor kuda tak akan mau berdiri jika penunggangnya masih terlalu takut untuk menungganginya. Karla sudah hafal dengan pelbagai karakter mengenai Karsa di usianya yang masih muda. 
Sekarang, Karla menggantikan ayahnya, Karso, yang terlalu takut menarik kendali kuda dari atas delman. Ia punya keberanian lebih tinggi dari ayahnya yang masih menyayangkan jika Karsa menjadi kuda penarik delman. Tetapi Karyo dan Karla tidak punya pilihan lain. Menurut mitos di daerah Gunung Kidul, seekor kuda yang telah membunuh seseorang tidak boleh dijadikan kuda pacu. Karyo dan Karla pasrah dengan kehendak.
**
Sesore ini, Karla melepas pelana dari punggung Karsa. Lalu ia menyalakan keempat senthir di sudut delman. Karla berkeliling kampung dengan kerudung merah warisan ibunya dengan berkendara delman yang ditarik Karsa.

0 bacotan:

Posting Komentar